2025-11-30 09:08:50 | Natindo Cargo
Import barang dari China ke Indonesia bisa menjadi peluang bisnis yang sangat menarik harga kompetitif, ragam produk yang luas dan kemampuan suplai yang besar. Namun demikian, agar bisnis ini berjalan resmi dan aman, salah satu elemen krusial adalah memiliki izin import yang valid serta memahami regulasi yang terkait.
Artikel ini akan membahas secara mendetail cara mengurus izin import untuk barang komersial dari China ke Indonesia mulai dari persyaratan dasar, langkah-langkah praktis, hingga tips agar tidak mengalami kendala bea cukai atau regulasi.
Sebelum masuk ke langkah-praktis, penting untuk memahami “kenapa” izin import perlu diurus:
Tanpa izin import yang sesuai, barang dapat tertahan di bea cukai atau bahkan ditolak masuk ke Indonesia.
Izin import memastikan bahwa bisnis Anda sesuai dengan regulasi yang berlaku, menghindari risiko denda, kerugian waktu, dan reputasi.
Sebagai upaya mematuhi ketentuan seperti kode HS (Harmonized System), tarif bea masuk, PPN, dan pajak lainnya.
Jika Anda menggunakan layanan forwarder atau jasa import china, izin yang lengkap memudahkan proses clearance (customs clearance) di pelabuhan atau bandara.
Dalam konteks import barang komersial ke Indonesia dari China, beberapa izin utama yang perlu dicermati antara lain:
1. Angka Pengenal Importir (API)
API-U (Umum): Digunakan oleh importir umum yang bukan melakukan pemrosesan barang hasil import.
API-P (Produsen): Untuk perusahaan importir yang melakukan pemrosesan/produksi barang hasil import.
Importir harus memiliki salah satu API sesuai kategori bisnisnya sebelum melakukan import komersial secara rutin.
2. Nomor Induk Kepabeanan (NIK)
Merupakan nomor yang dikeluarkan oleh instansi terkait (contoh: melalui portal OSS) yang memungkinkan Anda melakukan kegiatan kepabeanan sebagai importir.
3. Izin Khusus bagi Barang Tertentu
Beberapa jenis barang tidak bisa hanya menggunakan izin umum; harus mendapatkan izin tambahan atau registrasi khusus, contohnya: makanan, kosmetik, alat kesehatan, bahan kimia, dan lainnya. Anda perlu mengecek apakah barang yang akan Anda import termasuk kategori yang “dibatasi” atau “berizin khusus”.
Sebelum Anda mengajukan izin, berikut hal-hal yang perlu Anda siapkan:
Bentuk usaha yang jelas, misalnya perusahaan (PT) atau CV: karena izin import biasanya baru bisa diajukan oleh badan usaha yang sah.
NPWP dan dokumen perpajakan lainnya: diperlukan untuk keperluan import dan pelaporan pajak.
API/U atau API/P: sesuai kategori bisnis Anda.
Menentukan barang yang akan diimport: dimana Anda harus mengetahui HS Code (kode barang), tarif bea masuk, dan peraturan - per barang.
Memastikan barang Anda bukan dalam daftar larangan atau pembatasan import: misalnya senjata, bahan peledak, narkotika, dll.
Dokumen tambahan: invoice, packing list, Bill of Lading (B/L) atau AWB, sertifikat asal (COO), dan lain-lain.
1. Mendirikan Badan Usaha & Registrasi Legalitas
Sebelum anda bisa mendapatkan izin impor, Anda harus memiliki badan usaha resmi (biasanya berbentuk PT atau CV). Individu tanpa badan hukum tidak dapat mengajukan API (Angka Pengenal Importir).
Dokumen yang diperlukan:
Akta pendirian perusahaan & SK Kemenkumham
NPWP perusahaan
KTP direktur/pemilik
Nomor Induk Berusaha (NIB) dari OSS
Alamat dan rekening bank perusahaan
Tips:
Gunakan portal OSS.go.id untuk registrasi perusahaan dan membuat NIB (Nomor Induk Berusaha). NIB ini otomatis berfungsi juga sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan dasar untuk memperoleh API.
2. Mengajukan Angka Pengenal Importir (API)
API adalah identitas resmi importir di Indonesia. Tanpa API, perusahaan tidak bisa melakukan kegiatan impor komersial.
Terdapat dua jenis API:
API-U (Umum): Untuk perusahaan yang mengimpor barang jadi untuk dijual kembali.
API-P (Produsen): Untuk perusahaan yang mengimpor bahan baku untuk digunakan dalam proses produksi.
Proses pengajuan API:
Dilakukan secara online melalui OSS atau portal INATRADE (Kementerian Perdagangan).
Dokumen yang disiapkan:
NIB
Akta perusahaan
NPWP perusahaan
KTP direktur
Surat pernyataan kegiatan usaha
Bukti domisili usaha
Durasi proses: ±3–5 hari kerja.
Output: Sertifikat API (berlaku selama perusahaan aktif).
3. Mendapatkan Nomor Induk Kepabeanan (NIK)
Setelah API diterbitkan, Anda perlu mendaftar ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan NIK (Nomor Induk Kepabeanan). NIK berfungsi sebagai nomor identifikasi saat bertransaksi di sistem kepabeanan Indonesia, misalnya saat mengisi PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
Cara mendapatkan NIK:
Kunjungi portal beacukai.go.id.
Lengkapi formulir pendaftaran online.
Unggah dokumen:
API
NPWP perusahaan
Akta pendirian
KTP direktur
Surat kuasa jika diwakilkan
Setelah verifikasi, akun perusahaan Anda akan diaktifkan di sistem CEISA Bea Cukai.
Durasi proses: ±2–3 hari kerja.
Catatan: Pastikan data perusahaan di API dan NIK sama persis agar tidak terjadi penolakan.
Sebelum melakukan pengiriman, Anda wajib menentukan HS Code (Harmonized System Code) untuk setiap jenis barang.
HS Code menentukan:
Tarif bea masuk
Pajak (PPN & PPh Impor)
Apakah barang termasuk larangan/pembatasan (Lartas)
Izin teknis tambahan yang mungkin dibutuhkan
Contoh:
Barang elektronik rumah tangga: mungkin memerlukan sertifikat SNI
Makanan/minuman: perlu izin BPOM
Kosmetik: perlu registrasi BPOM dan Kemenkes
Anda dapat mengecek HS Code melalui portal resmi: https://eservice.insw.go.id.
5. Mengurus Izin Khusus (Jika Barang Termasuk Lartas)
Jika barang Anda masuk dalam kategori “Barang dibatasi” atau “Barang yang diawasi”, maka perlu mengurus izin tambahan, misalnya:
BPOM: untuk kosmetik, suplemen, makanan, minuman.
Kemenperin: untuk barang industri dan SNI wajib.
Kemenkes: untuk alat kesehatan.
Kementerian Pertanian: untuk produk hewani/tanaman.
Tips: Gunakan HS Code untuk mengecek otoritas mana yang berwenang memberikan izin tambahan sebelum impor dilakukan.
6. Menjalin Kerja Sama dengan Freight Forwarder Terpercaya
Setelah dokumen legalitas selesai, Anda perlu bekerja sama dengan freight forwarder atau jasa import yang berpengalaman mengurus proses bea cukai di Indonesia.
Freight forwarder akan membantu:
Koordinasi pengiriman barang dari supplier China
Pengurusan dokumen pengiriman: invoice, packing list, Bill of Lading / AWB, COO (Certificate of Origin)
Proses customs clearance di pelabuhan Indonesia
Pembayaran bea masuk dan pajak impor
Tips: Gunakan forwarder resmi seperti Natindo Cargo, karena bisa menangani pengiriman door-to-door, termasuk barang yang butuh izin khusus
7. Proses Customs Clearance di Indonesia
Setelah barang tiba, perusahaan Anda atau forwarder akan melaporkan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) ke Bea Cukai.
Prosesnya:
Mengunggah semua dokumen impor di sistem CEISA Bea Cukai.
Barang diperiksa secara dokumen dan fisik (random sampling).
Setelah diverifikasi, Bea Cukai mengeluarkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang).
Lakukan pembayaran bea masuk, PPN impor, dan PPh impor sesuai tarif HS Code.
Estimasi durasi clearance:
Green Line (tanpa pemeriksaan fisik): ±1–2 hari
Red Line (diperiksa fisik): ±3–7 hari.
8. Distribusi Barang & Pelaporan Pajak
Setelah barang dilepas dari bea cukai:
Simpan semua dokumen (invoice, PIB, bukti pembayaran pajak)
Laporkan PPN dan PPh impor sesuai ketentuan perpajakan
Barang siap dijual atau didistribusikan ke pasar

Proses mengurus izin impor memang tampak rumit di awal, tetapi langkah-langkahnya jelas dan sistematis. Dengan mematuhi urutan ini, Anda bisa menghindari risiko barang tertahan di pelabuhan, dikenai sanksi, atau kehilangan modal.
Kalau Anda tidak ingin repot dengan prosedur API, NIK, HS Code, dan bea cukai, solusi praktisnya adalah menggunakan jasa import resmi seperti Natindo Cargo yang bisa menangani seluruh proses dari izin, pengiriman, hingga clearance, tanpa Anda harus mengurus semuanya sendiri. Konsultasikan kebutuhan Anda bersama Natindo Cargo dengan menghubungi kami sekarang.