2025-09-29 21:27:07 | Natindo Cargo
Import barang dari China telah menjadi kegiatan yang populer di Indonesia. Harga yang kompetitif dan ragam produk yang luas membuat banyak pelaku usaha tertarik. Namun, harga barang dari supplier bukanlah satu-satunya biaya yang harus diperhitungkan. Ada komponen tambahan yang menentukan total biaya riil, yang dikenal dengan istilah landed cost. Artikel ini akan membahas landed cost secara lebih detail serta bagaimana cara perhitungannya.
Landed cost adalah total biaya yang dikeluarkan hingga barang tiba di gudang atau lokasi akhir di negara tujuan. Konsep ini mencakup semua elemen biaya: mulai dari harga barang, ongkos kirim internasional, pajak, hingga biaya handling. Dengan kata lain, landed cost adalah harga sebenarnya dari sebuah produk setelah melewati proses impor.
Banyak importir pemula hanya berfokus pada harga supplier. Padahal, tanpa perhitungan landed cost, margin keuntungan bisa tergerus karena biaya tambahan yang tidak terduga. Menghitung landed cost membantu menentukan harga jual yang tepat, menjaga profitabilitas, dan menghindari kerugian akibat salah estimasi.
Menghitung landed cost berarti memperhitungkan semua biaya yang muncul sejak barang dibeli dari supplier hingga akhirnya tiba di gudang atau toko Anda. Tidak hanya harga barang, tetapi ada banyak elemen lain yang menyumbang biaya total. Berikut adalah komponen utamanya:
Ini adalah harga dasar yang tertera pada invoice atau purchase order. Biasanya dalam mata uang USD atau RMB. Harga ini bisa berbeda tergantung incoterms yang digunakan, misalnya FOB (Free on Board), CIF (Cost, Insurance, Freight), atau EXW (Ex Works). Semakin detail incoterms, semakin jelas batasan biaya yang ditanggung supplier dan importir.
Ongkos kirim internasional sangat memengaruhi landed cost.
● Jalur Laut (Sea Freight): Lebih murah untuk volume besar, dengan pilihan FCL (Full Container Load) atau LCL (Less than Container Load).
● Jalur Udara (Air Freight): Lebih cepat, namun biayanya jauh lebih tinggi. Cocok untuk barang bernilai tinggi atau urgent.
Faktor yang memengaruhi biaya ini antara lain berat barang, dimensi, dan jarak pelabuhan asal–tujuan.
Asuransi bukan komponen wajib, tetapi sangat dianjurkan. Fungsi utamanya adalah melindungi barang dari risiko kerusakan, kehilangan, atau keterlambatan. Nilai premi biasanya persentase kecil dari total nilai barang dan ongkos kirim, namun manfaatnya besar karena dapat mengurangi potensi kerugian.
Komponen ini adalah biaya resmi yang dibebankan pemerintah melalui bea cukai.
● Bea Masuk: Ditentukan berdasarkan HS Code barang dan persentase tarif yang berlaku.
● Pajak Impor: Meliputi PPN (11%), PPh impor, serta pungutan lainnya jika ada.
Kesalahan dalam penentuan HS Code bisa membuat tarif bea masuk melonjak, sehingga akurasi sangat penting di tahap ini.
Selain biaya utama di atas, ada biaya pendukung yang sering luput diperhitungkan:
● Biaya Handling: Termasuk bongkar muat di pelabuhan atau bandara.
● Storage/Gudang: Jika barang harus transit atau menunggu proses clearance, biaya sewa gudang akan dikenakan.
● Dokumentasi: Biaya administrasi untuk dokumen impor, seperti Bill of Lading, sertifikat asal (COO), dan dokumen kepabeanan.
● Trucking Lokal: Ongkos pengiriman barang dari pelabuhan ke gudang Anda.
Menghitung landed cost berarti menjumlahkan seluruh biaya yang timbul mulai dari pembelian barang di supplier hingga barang tiba di gudang Anda. Rumus ini penting sebagai panduan agar importir tidak hanya terpaku pada harga barang, tetapi juga memperhitungkan biaya tersembunyi yang sering luput diperhatikan.
Secara sederhana, rumusnya dapat dituliskan sebagai berikut:
Landed Cost = Harga Barang + Biaya Pengiriman + Asuransi + Bea Masuk + Pajak Impor + Biaya Tambahan
● Harga barang (Invoice Supplier): USD 2.000
● Biaya pengiriman laut (Sea Freight): USD 500
● Asuransi pengiriman: USD 50
● Kurs USD → IDR (simulasi): Rp15.000
● Tarif Bea Masuk: 10%
● PPN (Pajak Pertambahan Nilai): 11%
● PPh 22 Impor: 2,5% (dengan NPWP)
● Biaya tambahan (handling, gudang, trucking): Rp3.000.000
Hitung CIF Value (Cost, Insurance, Freight):
CIF = Harga Barang + Ongkos Kirim + Asuransi
= USD 2.000 + USD 500 + USD 50
= USD 2.550
→ Dalam Rupiah: 2.550 × Rp15.000 = Rp38.250.000
Hitung Bea Masuk:
Bea Masuk = CIF × Tarif Bea Masuk (10%)
= Rp38.250.000 × 10%
= Rp3.825.000
Hitung PPN (11%):
PPN = (CIF + Bea Masuk) × 11%
= (Rp38.250.000 + Rp3.825.000) × 11%
= Rp42.075.000 × 11%
= Rp4.628.250
Hitung PPh 22 Impor (2,5%):
PPh 22 = (CIF + Bea Masuk) × 2,5%
= Rp42.075.000 × 2,5%
= Rp1.051.875
Tambahkan Biaya Tambahan:
Handling, storage, trucking = Rp3.000.000
Total Landed Cost = CIF + Bea Masuk + PPN + PPh + Biaya Tambahan
= Rp38.250.000 + Rp3.825.000 + Rp4.628.250 + Rp1.051.875 + Rp3.000.000
= Rp50.755.125
Landed cost sering kali menjadi momok bagi importir, terutama karena komponen biaya yang berlapis dan terkadang sulit diprediksi. Namun, dengan perencanaan matang dan strategi tepat, landed cost bisa ditekan sehingga margin keuntungan tetap terjaga. Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan:
● Jalur Laut (Sea Freight): Cocok untuk volume besar, biaya per unit jauh lebih murah dibanding udara.
● Jalur Udara (Air Freight): Digunakan hanya untuk barang bernilai tinggi, urgent, atau dengan permintaan cepat.
Strategi yang cerdas adalah menyesuaikan jalur pengiriman dengan nilai barang dan kebutuhan waktu.
Jika volume barang relatif kecil, biaya ongkir bisa ditekan dengan konsolidasi—menggabungkan pengiriman Anda dengan importir lain dalam satu kontainer (LCL). Cara ini membantu membagi ongkos kontainer dan mengurangi beban biaya per unit.
Harga barang dari supplier China bisa dinegosiasikan, terutama jika Anda membeli dalam jumlah besar. Selain itu, negosiasikan juga incoterms (FOB, CIF, EXW) untuk memperjelas tanggung jawab biaya sehingga tidak ada pengeluaran ganda.
Forwarder profesional biasanya memiliki jaringan logistik yang luas dan bisa memberikan tarif lebih kompetitif dibanding importir mandiri. Selain itu, mereka membantu meminimalkan risiko biaya tambahan seperti demurrage atau denda keterlambatan.
Ongkos kirim dihitung berdasarkan berat aktual atau volumetrik. Barang ringan dengan kemasan besar sering dianggap “mahal ongkir”. Dengan mengoptimalkan kemasan agar lebih padat dan efisien, biaya pengiriman bisa ditekan signifikan.
Karena pembayaran ke supplier biasanya menggunakan USD atau RMB, fluktuasi kurs bisa berpengaruh besar pada landed cost. Strategi yang bisa dilakukan adalah menggunakan jasa transfer RMB terpercaya atau melakukan hedging sederhana dengan membeli valuta asing saat kurs stabil.
Kesalahan dalam penetapan HS Code dapat membuat tarif bea masuk lebih tinggi dari seharusnya. Selalu cek klasifikasi barang dengan teliti agar tidak terkena biaya pajak berlebihan.
Biaya handling, storage, dan demurrage sering kali muncul karena keterlambatan dokumen atau kurangnya koordinasi. Dengan menyiapkan dokumen impor lebih awal dan menggunakan jasa forwarder yang sigap, biaya tambahan ini bisa dihindari.
Menghitung landed cost secara akurat adalah langkah krusial bagi setiap pelaku bisnis yang ingin melakukan impor barang dari China. Tanpa perhitungan menyeluruh, margin keuntungan bisa tergerus oleh biaya tak terduga seperti ongkos kirim, pajak, hingga biaya handling. Dengan memahami setiap komponen, importir dapat menyusun strategi harga jual yang tepat dan menjaga kelancaran arus bisnis.
Jika Anda ingin proses impor berjalan lebih mudah dan biaya lebih transparan, percayakan pada Natindo Cargo. Sebagai forwarder terpercaya, Natindo Cargo membantu Anda mulai dari estimasi landed cost, pengurusan dokumen bea cukai, hingga pengiriman barang sampai ke gudang. Hubungi Natindo Cargo sekarang dan wujudkan impor barang dari China dengan cara yang lebih aman, cepat, dan efisien.